Minggu, 06 Februari 2011

BENCANA ALAM

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka[1]. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul bilaBencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka[1]. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.


Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.










Para ilmuwan Australia melakukan analisa di Asia-Pasifik tentang kemungkinan akan terjadi  gempa bumi, badai tropis, tsunami dan letusan gunung berapi, dan memperkirakan jumlah korban yang luka dan meninggal; hasilnya ditemukan metropolitan yang terletak di wilayah lereng gunung Himalaya, China, Indonesia dan Filipina berpotensi menimbulkan korban kematian lebih dari satu juta orang; di Indonesia rata-rata setiap 10 tahun, Filipina setiap puluhan tahun mungkin akan terjadi letusan gunung berapi yang akan berdampak pada beberapa ratus ribu orang. Pada daerah yang lokasinya rendah seperti  Bangladesh dan lainnya, diperkirakan akan porak poranda akibat terjadi  tsunami, banjir bandang dan badai tropis.


Laporan yang berdasarkan analisa dari data bencana alam 400 tahun yang lalu digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya bencana alam pada masa depan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk, perubahan iklim dan kekurangan makanan akan mengakibatkan kerusakan lebih besar akibat bencana alam. Studi tersebut mengatakan akan menelan korban lebih dari 10.000 orang akibat bencana alam, sangat mungkin akan terjadi beberapa kali setiap 10 tahun, selain itu juga mungkin akan terjadi bencana alam skala besar yang berdampak pada lebih dari 1.000.000 orang.

Para ilmuwan Australia melakukan analisa di Asia-Pasifik tentang kemungkinan akan terjadi  gempa bumi, badai tropis, tsunami dan letusan gunung berapi, dan memperkirakan jumlah korban yang luka dan meninggal; hasilnya ditemukan metropolitan yang terletak di wilayah lereng gunung Himalaya, China, Indonesia dan Filipina berpotensi menimbulkan korban kematian lebih dari satu juta orang; di Indonesia rata-rata setiap 10 tahun, Filipina setiap puluhan tahun mungkin akan terjadi letusan gunung berapi yang akan berdampak pada beberapa ratus ribu orang. Pada daerah yang lokasinya rendah seperti  Bangladesh dan lainnya, diperkirakan akan porak poranda akibat terjadi  tsunami, banjir bandang dan badai tropis.
Laporan yang berdasarkan analisa dari data bencana alam 400 tahun yang lalu digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya bencana alam pada masa depan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk, perubahan iklim dan kekurangan makanan akan mengakibatkan kerusakan lebih besar akibat bencana alam. Studi tersebut mengatakan akan menelan korban lebih dari 10.000 orang akibat bencana alam, sangat mungkin akan terjadi beberapa kali setiap 10 tahun, selain itu juga mungkin akan terjadi bencana alam skala besar yang berdampak pada lebih dari 1.000.000 orang.
Ilmuwan Simpson dari Geosains Australia memaparkan bahwa pertumbuhan penduduk adalah penyebab utama hancurnya kawasan Asia-Pasifik akibat bencana alam,  karena begitu populasi bertambah, orang mulai menetap pada daerah-daerah yang sebelumnya tidak ditinggali, seperti lereng curam yang rawan longsor, di pinggir sungai atau pantai yang setiap beberapa tahun akan mengalami  banjir.
Dari laporan peneliti Australia tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa bencana alam silih berganti datang, tidak mengenal tempat dan waktu. Oleh karena itu kita harus mempunyai langkah antisipatif, menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Seperti pepatah sedia payung sebelum hujan, bahkan ketika pakai payung-pun terkadang masih kehujanan.
Hanya Tuhan yang tahu, dan hanya kepada-Nyalah kami kembali.

Ilmuwan Simpson dari Geosains Australia memaparkan bahwa pertumbuhan penduduk adalah penyebab utama hancurnya kawasan Asia-Pasifik akibat bencana alam,  karena begitu populasi bertambah, orang mulai menetap pada daerah-daerah yang sebelumnya tidak ditinggali, seperti lereng curam yang rawan longsor, di pinggir sungai atau pantai yang setiap beberapa tahun akan mengalami  banjir.


Dari laporan peneliti Australia tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa bencana alam silih berganti datang, tidak mengenal tempat dan waktu. Oleh karena itu kita harus mempunyai langkah antisipatif, menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Seperti pepatah sedia payung sebelum hujan, bahkan ketika pakai payung-pun terkadang masih kehujanan.


Hanya Tuhan yang tahu, dan hanya kepada-Nyalah kami kembali.Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka[1]. Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulPara ilmuwan Australia melakukan analisa di Asia-Pasifik tentang kemungkinan akan terjadi  gempa bumi, badai tropis, tsunami dan letusan gunung berapi, dan memperkirakan jumlah korban yang luka dan meninggal; hasilnya ditemukan metropolitan yang terletak di wilayah lereng gunung Himalaya, China, Indonesia dan Filipina berpotensi menimbulkan korban kematian lebih dari satu juta orang; di Indonesia rata-rata setiap 10 tahun, Filipina setiap puluhan tahun mungkin akan terjadi letusan gunung berapi yang akan berdampak pada beberapa ratus ribu orang. Pada daerah yang lokasinya rendah seperti  Bangladesh dan lainnya, diperkirakan akan porak poranda akibat terjadi  tsunami, banjir bandang dan badai tropis.
Laporan yang berdasarkan analisa dari data bencana alam 400 tahun yang lalu digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya bencana alam pada masa depan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk, perubahan iklim dan kekurangan makanan akan mengakibatkan kerusakan lebih besar akibat bencana alam. Studi tersebut mengatakan akan menelan korban lebih dari 10.000 orang akibat bencana alam, sangat mungkin akan terjadi beberapa kali setiap 10 tahun, selain itu juga mungkin akan terjadi bencana alam skala besar yang berdampak pada lebih dari 1.000.000 orang.
Ilmuwan Simpson dari Geosains Australia memaparkan bahwa pertumbuhan penduduk adalah penyebab utama hancurnya kawasan Asia-Pasifik akibat bencana alam,  karena begitu populasi bertambah, orang mulai menetap pada daerah-daerah yang sebelumnya tidak ditinggali, seperti lereng curam yang rawan longsor, di pinggir sungai atau pantai yang setiap beberapa tahun akan mengalami  banjir.
Dari laporan peneliti Australia tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa bencana alam silih berganti datang, tidak mengenal tempat dan waktu. Oleh karena itu kita harus mempunyai langkah antisipatif, menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Seperti pepatah sedia payung sebelum hujan, bahkan ketika pakai payung-pun terkadang masih kehujanan.
Hanya Tuhan yang tahu, dan hanya kepada-Nyalah kami kembali.ai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.


Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.










Para ilmuwan Australia melakukan analisa di Asia-Pasifik tentang kemungkinan akan terjadi  gempa bumi, badai tropis, tsunami dan letusan gunung berapi, dan memperkirakan jumlah korban yang luka dan meninggal; hasilnya ditemukan metropolitan yang terletak di wilayah lereng gunung Himalaya, China, Indonesia dan Filipina berpotensi menimbulkan korban kematian lebih dari satu juta orang; di Indonesia rata-rata setiap 10 tahun, Filipina setiap puluhan tahun mungkin akan terjadi letusan gunung berapi yang akan berdampak pada beberapa ratus ribu orang. Pada daerah yang lokasinya rendah seperti  Bangladesh dan lainnya, diperkirakan akan porak poranda akibat terjadi  tsunami, banjir bandang dan badai tropis.


Laporan yang berdasarkan analisa dari data bencana alam 400 tahun yang lalu digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya bencana alam pada masa depan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk, perubahan iklim dan kekurangan makanan akan mengakibatkan kerusakan lebih besar akibat bencana alam. Studi tersebut mengatakan akan menelan korban lebih dari 10.000 orang akibat bencana alam, sangat mungkin akan terjadi beberapa kali setiap 10 tahun, selain itu juga mungkin akan terjadi bencana alam skala besar yang berdampak pada lebih dari 1.000.000 orang.


Ilmuwan Simpson dari Geosains Australia memaparkan bahwa pertumbuhan penduduk adalah penyebab utama hancurnya kawasan Asia-Pasifik akibat bencana alam,  karena begitu populasi bertambah, orang mulai menetap pada daerah-daerah yang sebelumnya tidak ditinggali, seperti lereng curam yang rawan longsor, di pinggir sungai atau pantai yang setiap beberapa tahun akan mengalami  banjir.


Dari laporan peneliti Australia tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa bencana alam silih berganti datang, tidak mengenal tempat dan waktu. Oleh karena itu kita harus mempunyai langkah antisipatif, menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Seperti pepatah sedia payung sebelum hujan, bahkan ketika pakai payung-pun terkadang masih kehujanan.


Hanya Tuhan yang tahu, dan hanya kepada-Nyalah kami kembali. ancaman bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan terhadap bencana yang cukup.
kebakaran


Para ilmuwan Australia melakukan analisa di Asia-Pasifik tentang kemungkinan akan terjadi  gempa bumi, badai tropis, tsunami dan letusan gunung berapi, dan memperkirakan jumlah korban yang luka dan meninggal; hasilnya ditemukan metropolitan yang terletak di wilayah lereng gunung Himalaya, China, Indonesia dan Filipina berpotensi menimbulkan korban kematian lebih dari satu juta orang; di Indonesia rata-rata setiap 10 tahun, Filipina setiap puluhan tahun mungkin akan terjadi letusan gunung berapi yang akan berdampak pada beberapa ratus ribu orang. Pada daerah yang lokasinya rendah seperti  Bangladesh dan lainnya, diperkirakan akan porak poranda akibat terjadi  tsunami, banjir bandang dan badai tropis.
Laporan yang berdasarkan analisa dari data bencana alam 400 tahun yang lalu digunakan untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya bencana alam pada masa depan. Laporan tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk, perubahan iklim dan kekurangan makanan akan mengakibatkan kerusakan lebih besar akibat bencana alam. Studi tersebut mengatakan akan menelan korban lebih dari 10.000 orang akibat bencana alam, sangat mungkin akan terjadi beberapa kali setiap 10 tahun, selain itu juga mungkin akan terjadi bencana alam skala besar yang berdampak pada lebih dari 1.000.000 orang.
Ilmuwan Simpson dari Geosains Australia memaparkan bahwa pertumbuhan penduduk adalah penyebab utama hancurnya kawasan Asia-Pasifik akibat bencana alam,  karena begitu populasi bertambah, orang mulai menetap pada daerah-daerah yang sebelumnya tidak ditinggali, seperti lereng curam yang rawan longsor, di pinggir sungai atau pantai yang setiap beberapa tahun akan mengalami  banjir.
Dari laporan peneliti Australia tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa bencana alam silih berganti datang, tidak mengenal tempat dan waktu. Oleh karena itu kita harus mempunyai langkah antisipatif, menghadapi segala kemungkinan yang terjadi. Seperti pepatah sedia payung sebelum hujan, bahkan ketika pakai payung-pun terkadang masih kehujanan.
Hanya Tuhan yang tahu, dan hanya kepada-Nyalah kami kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar